#ngeblogramerame
Ketika
seseorang masih kecil, pasti pernah punya impian kelak ingin menjadi seperti
apakah dia. Demikian juga saya, yang pernah jadi anak kecil.. *ya iyalaahh.. :D
Sejak
TK, otak gue dicekokin sama Mama supaya jadi dokter. Jadi tiap ditanya guru,
pasti jawab kepengen jadi dokter. Dulu juga sempat punya mainan
dokter-dokteran, kayak ada stetoskop, suntikan, dan lain-lain. Beneran dicuci
otak :D
Gue
pun tumbuh dengan keinginan yang timbul di dalam hati: harus jadi dokter. Walau
ternyata sejak SD gue juga suka nulis karangan (dan pernah dibaca sama Mama dan
Papa). Tapi, yah gak pernah punya pikiran cita-cita lain, selain dokter. SMP
makin sering nulis, tapi tidak ngusik sedikitpun keinginan jadi dokter itu.
Dan
keinginan itu sempat jadi ambisi sampai SMA, bahkan mati-matian usaha masuk
jurusan IPA. Api impian dan harapan itu pun bertahan karena di kelas XI (kelas
2 SMA), gue terpilih masuk IPA. Bahkan nilai-nilai pelajaran yang sangat
berhubungan dengan dunia kedokteran, yaitu Biologi dan Kimia, bagus-bagus. Ampe
gue sendiri jadi kesayangan guru Biologi (Apa kabar, Bu Is?)
Tapi
pas kelas XII (Kelas 3) SMA, gue pun memutuskan mengakhiri cita-cita itu,
seiring masalah demi masalah yang datang ke keluarga gue. Sempet kurang fokus untuk
belajar.
Kuliah
di jurusan Sastra Inggris Universitas Sumatera Utara, gue pun mulai berpikir
cita-cita lebih serius. Lalu gue sempet teringat bakat gue yang sempet
terpendam, yaitu menulis. Pas kelas 3 SMA, gue memang sempat berhenti menulis total.
Lalu, kemudian gue menyadari sangat menyukai bola. Kenapa gak keduanya gue asah
dan menjadi sebuah pekerjaan impian?
Jadilah
impian masa kuliah gue berubah: jurnalis sepakbola (dan novelis).
Tuhan
baik. Baik banget. Sekarang gue bisa melihat, ternyata kegagalan itu bukan
untuk ditangisi atau disesali, tetapi mengetahui rencana apa yang sesungguhnya
telah Tuhan buat untuk diri kita. Jadi dokter sudah pasti bukan jadi
rencana-Nya.
Setahun
lebih dikit dari resminya gue bergelar S.S (Sarjana Sastra) pada akhir April
2011 lalu, gue pun diizinkan Tuhan mendapat impian gue: as a football journalist.
Jadi
impian kelar? Belum donk. Pelan-pelan gue tetap kudu banyak belajar, karena
selama hidup, manusia pasti harus terus belajar, baik pembelajaran secara
akademik maupun dari pengalaman hidup. Lagipula, jika impian dan harapan sudah
tidak ada, apa bisa seseorang hidup?
Secara
akademik, gue masih terus belajar tentang dunia sepakbola dan tulis menulis.
Dan semoga suatu hari nanti, gue dapat kesempatan untuk meliput ajang sepakbola
secara langsung, bertemu dengan pemain sepak bola.
Itu
impian gue; itulah hidup gue…
mantaappss....lanjutin tet...i will be "jingkrak2" when one day i see you on tv to report world cup or euro... whoaaa i know that girl...
BalasHapuscita2ku juga dokter pas kecil.. toss!
BalasHapusfootball journalist cita2 waktu smp. hehehe
heheh cewek penyuka sepakbola:D
BalasHapus