Jumat, 13 Juli 2012

Impian Masa Kecil


#ngeblogramerame

Ketika seseorang masih kecil, pasti pernah punya impian kelak ingin menjadi seperti apakah dia. Demikian juga saya, yang pernah jadi anak kecil.. *ya iyalaahh.. :D
Sejak TK, otak gue dicekokin sama Mama supaya jadi dokter. Jadi tiap ditanya guru, pasti jawab kepengen jadi dokter. Dulu juga sempat punya mainan dokter-dokteran, kayak ada stetoskop, suntikan, dan lain-lain. Beneran dicuci otak :D
Gue pun tumbuh dengan keinginan yang timbul di dalam hati: harus jadi dokter. Walau ternyata sejak SD gue juga suka nulis karangan (dan pernah dibaca sama Mama dan Papa). Tapi, yah gak pernah punya pikiran cita-cita lain, selain dokter. SMP makin sering nulis, tapi tidak ngusik sedikitpun keinginan jadi dokter itu.
Dan keinginan itu sempat jadi ambisi sampai SMA, bahkan mati-matian usaha masuk jurusan IPA. Api impian dan harapan itu pun bertahan karena di kelas XI (kelas 2 SMA), gue terpilih masuk IPA. Bahkan nilai-nilai pelajaran yang sangat berhubungan dengan dunia kedokteran, yaitu Biologi dan Kimia, bagus-bagus. Ampe gue sendiri jadi kesayangan guru Biologi (Apa kabar, Bu Is?)
Tapi pas kelas XII (Kelas 3) SMA, gue pun memutuskan mengakhiri cita-cita itu, seiring masalah demi masalah yang datang ke keluarga gue. Sempet kurang fokus untuk belajar.
Kuliah di jurusan Sastra Inggris Universitas Sumatera Utara, gue pun mulai berpikir cita-cita lebih serius. Lalu gue sempet teringat bakat gue yang sempet terpendam, yaitu menulis. Pas kelas 3 SMA, gue memang sempat berhenti menulis total. Lalu, kemudian gue menyadari sangat menyukai bola. Kenapa gak keduanya gue asah dan menjadi sebuah pekerjaan impian?
Jadilah impian masa kuliah gue berubah: jurnalis sepakbola (dan novelis).
Tuhan baik. Baik banget. Sekarang gue bisa melihat, ternyata kegagalan itu bukan untuk ditangisi atau disesali, tetapi mengetahui rencana apa yang sesungguhnya telah Tuhan buat untuk diri kita. Jadi dokter sudah pasti bukan jadi rencana-Nya.
Setahun lebih dikit dari resminya gue bergelar S.S (Sarjana Sastra) pada akhir April 2011 lalu, gue pun diizinkan Tuhan mendapat impian gue: as a football journalist.
Jadi impian kelar? Belum donk. Pelan-pelan gue tetap kudu banyak belajar, karena selama hidup, manusia pasti harus terus belajar, baik pembelajaran secara akademik maupun dari pengalaman hidup. Lagipula, jika impian dan harapan sudah tidak ada, apa bisa seseorang hidup?
Secara akademik, gue masih terus belajar tentang dunia sepakbola dan tulis menulis. Dan semoga suatu hari nanti, gue dapat kesempatan untuk meliput ajang sepakbola secara langsung, bertemu dengan pemain sepak bola.
Itu impian gue; itulah hidup gue…

3 komentar:

  1. mantaappss....lanjutin tet...i will be "jingkrak2" when one day i see you on tv to report world cup or euro... whoaaa i know that girl...

    BalasHapus
  2. cita2ku juga dokter pas kecil.. toss!
    football journalist cita2 waktu smp. hehehe

    BalasHapus