Jumat, 01 Juni 2012

REVIEW: SPRING IN LONDON – ILANA TAN


#ngeblogramerame #11

Penggemar novel, terutama yang suka genre romance, udah pasti kenal dengan sosok Ilana Tan. Setidaknya tau judul-judul bukunya.
Saya sendiri termasuk baru jadi fans Ilana Tan, karena tahun inilah saya mulai membaca karya-karyanya. Berhubung saya sendiri baru menyukai genre mainstream romance, yaitu percintaan dewasa, baru tahun 2011. Sebelumnya masih menggilai membaca novel teenlit, alias cinta-cintaan ala remaja.
Mainstream romance sendiri kalau di penerbit Gramedia itu disebut dengan nama metropop. Maka sekarang, saya tertarik mengulas novel metropop karangan Ilana Tan.
Spring in London adalah novel terakhir dari serial musim Ilana Tan. Seri yang pertama berjudul Winter in Tokyo, kedua Autumn in Paris, dan ketiga Summer in Seoul. Bukan cerita bersambung, tapi tiap tokoh di novel masing-masing saling memiliki keterikatan sendiri. Silakan baca sesuai urutan, tapi kalau random juga tidak apa-apa. Karena saya sendiri bacanya random. Hihihi…
Spring in London ini terbit di bulan Februari 2010. Berkisah tentang seorang model video klip keturunan Korea bernama Jo In-Ho atau Danny Jo yang sedang syuting video musik di London. Danny Jo bertemu dengan rekannya yang sama-sama menjadi model video musik itu, Naomi Ishida, wanita cantik keturunan Jepang-Indonesia. Danny Jo penasaran kenapa cewek itu tidak suka berada di dekat dia, terkesan ketakutan, padahal dia baru pertama kali ketemu si cewek dan dia juga cowok yang baik.
Selama proses pembuat video itu, Danny Jo berusaha mendekatkan diri ke Naomi, misalnya mengajak jalan Naomi ketika break syuting di sekitar lokasi di London tersebut. Perlahan-lahan, Naomi-pun menerima pertemanan yang ditawarkan Danny.
Yang Danny tidak tahu, dirinya lah satu-satunya teman pria yang dia punya. Oke, sebenarnya masih ada Chris, teman satu flatnya, tapi dia gay. Jadi Naomi tidak merasa perlu takut kepada Chris.
Kenapa Naomi sempat takut kepada Danny? Kenapa pulak Naomi tidak pernah merasa nyaman kalau dekat kaum pria? Well, you have to find out by reading that novel. Hehehe…
Jadi, apa spesialnya novel ini bagi saya? Apakah ceritanya? Tidak juga. Kebetulan, kisah di Spring in London itu udah beberapa kali saya baca di novel lain. Tapi kenapa saya masih mau baca dan tertarik? Pertama, agak subjektif, saya sangat menyukai cerita yang karakter utama pria dan wanitanya sama-sama kuat. Bukan berarti sempurna. Saya juga pastinya mengharapkan ada sisi lemah dari para tokoh utamanya, tapi bagaimana sang penulis bisa membuat sisi lemah dari sang tokoh menjadi kekuatan dari cerita tersebut. Inilah yang saya temukan di Spring in London.
Naomi disini memiliki sisi lemah, dia memiliki ketakutan. Tapi Ilana Tan membuat Naomi tetap berjuang melawan ketakutannya tersebut demi kebahagiaan dia sendiri. That’s what I love.
Yang kedua, cara Ilana Tan membawa para pembaca hanyut pada ceritanya. Meski predictable, tapi saya mendapati diri saya tidak bosan membaca dan terus melanjutkan hingga selesai. Padahal saya sering membaca buku dengan dilompati ke halaman berikutnya atau bahkan berhenti begitu saja karena cerita yang dibawakan membuat saya bosan.
Kekuatan Ilana Tan memang di caranya membawakan cerita tetap mengalir enak. Setidaknya itulah yang saya sadari setelah membaca karya-karyanya.
Apalagi yang menarik dari Spring in London? Pastinya nilai moral. Ilana Tan berusaha memberitahukan ke pembacanya bahwa setiap orang, apapun masa lalunya, berhak untuk bahagia. Sekarang bagaimana orang tersebut ingin mengambil kesempatannya untuk bahagia atau membuangnya begitu saja.
Bagi saya, buku ini bernilai 3 bintang dari 4. Recommended… :)



1 komentar:

  1. good resensi !
    nih baru aja belajar ngeresensi buku di school...
    fight..!

    BalasHapus